Photobucket

Sabtu, 29 Mei 2010

IBADAH MAHDLAH & GHAIRU MAHDLAH DALAM AL-QUR’AN DAN HADITS

PENDAHULUAN


Agama adalah suatu sistem nilai yang diakui dan diyakini kebenarannya dan merupakan jalan menuju keselamatan hidup. Agama merupakan suatu hakikat eksternal, dapat dikatakan agama merupakan kumpulan hukum dan ketentuan ideal yang mendiskripsikan sifat-sifat dari kekuatan Ilahiah itu dan kumpulan kaidah-kaidah praktis yang menggariskan cara beribadah kepada-Nya.

Islam berasal dari kata aslama, yuslimu yang berarti menyerah, tunduk dan damai. Islam dalam arti terminologi berarti agama yang ajaran-ajarannya diberikan oleh Allah kepada manusia melalui para Rasul-Nya untuk keselamatan hidup manusia. Dalam al-Quran dikatakan bahwa agama Allah adalah Islam yang telah diturunkan melalui perantara para Rasul.

Agama merupakan ibadah dan konsekuensi ibadah manusia hanya kepada Allah. Islam dijelaskan dalam Al Qur’an sebagai agama. Kata ini merupakan bentuk masdhar dari dana-yadinu, yang memiliki beberapa arti yaitu: taat atau patuh, wara’, agama, mazhab, keadaan, cara, atau kebiasaan, raja’, paksaan dan pembalasan atau perhitungan.

Apabila makna-makna di atas dikaitkan dengan arti yang dikandung oleh Islam, maka hubungan yang erat terdapat pada makna kepatuhan atau ketaatan. Dengan demikian, seorang muslim (pemeluk agama Islam) adalah orang yang telah menyatakan tunduk dan patuh kepada perintah Allah. Dalam makalah ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan ibadah yang didasari oleh hadits dan ayat al-Qur’an.

PEMBAHASAN

Tentang Ibadah
Pilar islam yang pertama yaitu akidah dan pilar Islam yang kedua adalah ibadah. Ibadah berasal dari kata ‘abada, ya’budu, yang berarti menghamba atau tunduk dan patuh. ‘abdun berarti budak atau hamba sahaya, alma’bad berarti mulia dan agung, ‘abada bih berarti selalu mengikutinya, alma’budberarti yang memiliki, yang dipatuhi dan diagungkan. Jika makna kata-kata tersebut diurutkan akan menjadi susunan kata-kata yang logis, yaitu: “Jika seseorang menghambakan diri terhadap yang lain, ia akan mengikuti, mengagungkan, memuliakan, mematuhi dan tunduk“

.حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ وَقَّاصٍ عَنْ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْه

Terjemah: Sesungguhnya setiap amal perbuatan itu tergantung pada niatnya dan dianggap bagi tiap manusia apa yang dia niatkan. Maka yang hijrahnya tulus ikhlas kepada Allah dan Rasulnya maka akan diterima. Sedangkan yang hijrahnya untuk dunia “kekayaan” maka itulah yang akan diperoleh. Atau wanita yang akan dinikahi maka hijrah itu terhenti pada niat hijrah yang dia tuju.[2]

Hadits diatas marfu’ dan ittishal sanad kepada Nabi, akan tetapi hadits tersebut tergolong hadits ahad karena pada tingkatan hanya diriwayatkan oleh shahabat Umar ibn al-Khattab sehingga Umar tidak memiliki syawahid. Pada riwayat Bukhari ini ditemukan 7 [tujuh] sanad namun rangkaian sanad tersebut memiliki mutabi’ pada tingkatan tabi’in maupun tabi’ tabi’in.Dijelaskan dalam fath al-Bari syarh Shahih Bukhori, bahwa niat merupakan kunci dari semua ibadah dan perbuatan. Bahwa niat menentukan segala perbuatan yang dilakukan[3] dan melandasi setiap bentuk ibadah baik yang nampak maupun yang tidak nampak. Dalam riwayat yang lain:


حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ ذَرٍّ عَنْ يُسَيِّعٍ الْكِنْدِيِّ عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَوْلِهِ وَقَالَ رَبُّكُمْ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ قَالَ الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ وَقَرَأَ وَقَالَ رَبُّكُمْ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِلَى قَوْلِهِ دَاخِرِينَ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ

Hadits diatas di kutip dari Turmudzi. Dilihat dari sanadnya merupakan hadits marfu’ dan ittishal kepada Nabi. Akan tetapi dalam tingkatan shahabat tidak memiliki syawahid karena hanya diriwayatkan oleh an-Nu’man ibn Basyir. Dalam hadits tersebut dijelaskan bahwa do’a adalah ibadah.Secara terminologis, pengertian ibadah terpetak-petak dengan rumusan yang bervariasi menurut berbagai disiplin ilmu. Menurut Ahli Tauhid dan Hadits ibadah adalah:

توحيد الله وتعظيمه غاية التعظيم مع التذلل والخضوع له

Mengesakan dan mengagungkan Allah sepenuhnya serta menghinakan diri dan menundukkan jiwa kepada-Nya.Dalam penjelasan lain yang merujuk pengertian ibadah dari sudut akhlak dan etika dalam kehidupan:

قَالَ النَبي ص.م. نَظر الرّجل الى والديه حبّا لهما عبادة (رواه السيوطى)


Terjemah: Nabi SAW bersabda: memandang ibu dan bapak karena cinta kepadanya adalah ibadah (HR. As-Suyuthi)

قال النبي ص.م. العبادة عشرة اجزاء تسعة منها فى طلب الحلال

Terjemah:Nabi SAW bersabda: Ibadah itu sepuluh bagian, sembilan bagian diantaranya terletak dalam mencari harta yamg halalSedangkan menurut ahli fiqih pengertian ibadah adalah:

ما أدّيت ابتغاء لوجه الله وطلبا لثوبه فى الآخرة

Segala bentuk ketaatan yang dikerjakan untu mencapai keridlaan Allah SWT dan mengharapkan pahalanya di akhirat.[4]

Sepanjang penelusuran dalam penyusunan makalah ini, penulis belum dapat menemukan dan mencantumkan teks hadits yang menunjukkan adanya klasifikasi baik yang mahdlah maupun yang ghairu mahdlah bahkan hadits yang menunjukkan pengertian ibadah secara jelas, namun ketika lebih dikerucutkan pada term ibadah tertentu, banyak dijumpai hadits yang menjelaskan ibadah seperti tentang thaharah, shalat, puasa, zakat dll. Menurut Wahbah Zuhayli, ibadah mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, yaitu mencakup segala amal kebajikan yang dilakukan dengan niat ikhlas[5].

"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (QS. Al-Baqarah : 186)

Ayat diatas menyiratkan perintah untuk selalu beribadah kepada Allah. Selanjutnya masih berkaitan dengan beberapa teks hadits diatas. TM Hasbi Ashshidieqi, membagi ibadah dalam dua arti menurut bahasa dan arti menurut istilah.
  1. Secara etimologis, ibadah atau ibadat berarti: taat, menurut, mengikut dan sebagainya. Ibadah juga digunakan dalam arti doa.
  2. Dari sisi terminologis, ibadah mempunyai arti berdasarkan istilah yang dipergunakan, antara lain: Menurut ahli tauhid, ibadah itu berarti mengesakan Allah, mentakzimkan-Nya dengan sepenuh-penuh takzim serta menghinakan diri kita dan menundukkan jiwa kepada-Nya. Ahli fiqh mengartikan ibadah dengan: apa yang dikerjakan untuk mendapat keridlaan Allah dan mengharap pahalaNya di akhirat[6].
العبادة هو اسم جامع لمن يحبه الله ويرضاه قولا كان او فعلا جليّا كان او خفياتعظيما له وطلبا لثوابه


Ibadah itu sendiri bisa dikelompokkan ke dalam kategori berdasarkan beberapa klasifikasi:

1. Pembagian ibadah didasarkan pada umum dan khusus (khashashah dan ‘ammah)
  • Ibadah ‘ammah, yakni semua pernyataan baik yang dilakukan dengan niat yang baik dan semata-mata karena Allah, seperti makan, minum, bekerja dan lain sebagainya dengan niat melaksanakan perbuatan itu untuk menjaga badan jasmaniah dalam rangka agar dapat beribadah kepada Allah.
  • Ibadah khashashah ialah ibadah yang ketentuannya telah ditetapkan oleh nash, seperti shalat, zakat, puasa dan haji.
2. Pembagian ibadah dari segi hal-hal yang bertalian dengan pelaksanaannya:
  • Ibadah jasmaniah, ruhiyah, seperti shalat dan puasa,
  • Ibadah ruhiyah dan amaliyah, seperti zakat,
  • Ibadah jasmaniah ruhiyah dan amaliyah, seperti mengerjakan haji.
3. Pembagian ibadah dari segi kepentingan perseorangan atau masyarakat:
  • Ibadah fardhi, seperti salat dan puasa,
  • Ibadah ijtima’i seperti zakat dan haji.
4. Pembagian dari segi bentuk dan sifatnya:
  • Ibadah yang berupa perkataan atau ucapan lidah, seperti membaca do’a, membaca Al Qur’an, membaca dzikir, membaca tahmid dan mendoakan orang yang bersin,
  • Ibadah yang berupa pekerjaan tertentu bentuknya meliputi perkataan dan perbuatan, seperti shalat, zakat, puasa, dan haji,
  • Ibadah yang sifatnya menggugurkan hak, seperti membebaskan hutang dan memaafkan orang yang bersalah,
  • Ibadah yang pelaksanaannya menahan diri, seperti ihram, puasa dan I’tikaf, dan menahan diri untuk berhubungan dengan istrinya,
  • Ibadah yang berupa perbuatan yang tidak ditentukan bentuknya, seperti menolong orang lain, berjihad, membela diri dari gangguan.
Dalam beribadah, terdapat dua syarat yang harus dipenuhi, yakni:
  • Sah, maksudnya amal itu dilakukan sesuai dengan kehendak syara’
  • Ikhlas, yakni semata-mata karena Allah.
Dalam konstruk ahli fiqih, sah ialah lawan batal. Perbuatan yang dihukumi sah, ila memenuhi rukun dan syarat-syaratnya. Dalam urusan perkawinan bila tidak terpenuhi rukun, disebut batal dan bila tidak memenuhi syarat-syaratnya maka fasid.

KESIMPULAN

Berbagai pembagian ibadah di atas telah dijelaskan bahwa ibadah khashasah (dapat dipahami sebagai ibadah mahdlah) ialah yang ditentukan bentuk ketentuan dan pelaksanannya. Sedang ibadah ‘ammah (dipahami sebagai ibadah ghairu mahdlah) adalah semua perbuatan yang mendatangkan kebaikan dan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena Allah. Pernyataan diatas, seakan-akan niat merupakan kriteria pada ibadah ‘ammah dan tidak merupakan kriteria pada ibadah mahdhah, padahal niatpun ada pada ibadah mahdlah. Sebagian berpendapat niat adalah rukun, sebagian berpendapat merupakan syarat.


Dari: Muhammad Nashrul Haqqi, S.Th.IA. - Kumpulan Tulisan Saya



DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim
CD Maktabah Syamilah, Fath al-Bari
CD Mausu’ah al-Hadits,Hasbi ash Shidiqiey,
Kuliah Ibadah, Jakarta: Bulan Bintang, 1994
Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Baqi, al-Lu’lu’ wa al-Marjan. terj. Salim Bahreisy, Surabaya: Bina Ilmu, 1995
Rahman Ritonga dkk., Fiqih Ibadah, Jakarta: Gama Media Persada, 2002
Shahih Buchari, terj. Zainuddin Hamidy, Jakarta: Widjaya. 1969
Wahbah Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Jilid I, Dar al-Fikr, 1989

[1] CD Mausu’ah al-Hadits, Bukhori Kitab al-Iman. No. Hadits 52.
[2] Muh}ammad Fu’ad ‘Abd al-Baqi, al-Lu’lu’ wa al-Marjan terj. Salim Bahreisy (Surabaya: Bina Ilmu, 1995), hlm. 2. Lihat juga Shahih Buchari terj. Zainuddin Hamidy (Jakarta: Widjaya, 1969), hlm.13.
[3] CD Maktabah Syamilah, Fath al-Bari.
[4] Rahman Ritonga dkk., Fiqih Ibadah (Jakarta: Gama Media Persada, 2002), hlm. 3.
[5] Wahbah Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh (Beirut: Da>r al-Fikr, 1989), hlm. 11.
[6] Hasbi ash Shidiqiey, Kuliah Ibadah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), hlm. 2-6 .


0 komentar:

Posting Komentar

Photobucket