Photobucket

Kamis, 15 Januari 2009

KULIAH TASAUF

Tasawwuf merupakan salah satu bagian dari ajaran Islam, seperti Aqidah dan Syariah, sebagai pengembangan lebih mendalam dari al-Akhlaq al Islamiyah. Bila kita perbandingkan dengan suatu bangunan, maka Aqidah merupakan pondasinya, Syariah yang berkembang menjadi Fiqh sebagai bangunan sipil sedangkan Akhlaq adalah sentuhan arsitekturnya. Sentuhan arsitektur yang sangat tinggi dan indah disebut Tasawwuf. Dengan demikian Tasawwuf merupakan penghalusan ajaran agama dan pembersih jiwa umat manusia dari kotoran-kotoran yang menodainya.
Tasawwuf adalah suatu usaha untuk pensucian jiwa (Tazkiyah al-Nafs) seseorang dari penyakit-penyakit hati yang mengotorinya, seperti sikap angkuh, sombong, takabur, hasad, riya, ujub, egoisme, dendam, kebencian dan penyakit hati lainnya. Dengan jalan melakukan pembersihan jiwa tersebut, maka seorang sufi dapat mendekatkan dirinya (bertaqarrub) pada Allah SWT, dengan melaksanakan ibadah yang sungguh-sungguh dan pensucian jiwa, sebagaimana disebut di atas.

I. Asal-Usul Tasawwuf

Dalam sejarah perkembangan ilmu Tasawwuf, dijumpai berbagai macam teori tentang nama tersebut, antara lain: (1) dari kata Shaf atau barisan yang paling depan dalam shalat. Maksudnya, para sufi itu menduduki barisan yang paling depan, sehingga memperoleh keutamaan. (2) berasal dari kata ahl-al-Suffah, yaitu beberapa orang dari sahabat Nabi, diantaranya Abi Hurairah, yang mengkhususkan hidupnya untuk mendalami ajaran Islam bersama Nabi SAW. Mereka hidup amat sederhana, tinggal di bilik-bilik sempit disamping masjid Nabawi di Madinah.
Teori ke (3) menyebutkan ia berasal dari kata Shufi dari kalimat shafa, yang artinya suci. Maksudnya, seorang sufi adalah orang yang telah mensucikan dirinya dari penyakit-penyakit rohani, melalui latihan yang lama dan berat. Selanjutnya disebutkan (4) berasal dari bahasa Yunani Shopos yang berarti hikmah. Disebut demikian, karena orang-orang sufi selalu berkaitan dengan hikmah. (5) berasal dari kata Shuf atau bulu domba. Yaitu kain wol kasar yang dipintal dari bulu domba. Disebut demikian, karena orang-orang sufi sering mengenakan pakaian seperti itu sebagai lambang kesederhanaan. Sekaligus sebagai protes terhadap orang-orang yang hidup dalam kemewahan dan berfoya-foya. Dari segi ejaan dalam bahasa Arab, teori yang terakhir lebih tepat dijadikan sebagai asal-usul kata Tasawwuf.

II. Sumber Ilmu Tasawwuf.

Ajaran Tasawwuf berasal dari Al-Qur’an dan al-Sunnah, yang mengarahkan umat manusia agar rajin beribadah dengan ikhlas, hidup sederhana (zuhud) dan bertaqarrub pada Allah SWT. Mengenai hal itu banyak disebutkan dalam ayat-ayat al-Qur’an dan al-Sunnah, antara lain: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia bermohon pada-Ku...(Q.S. al-Baqarah, 2 : 186). Ayat ini menjelaskan bahwa Allah SWT amat dekat terhadap manusia, yang berusaha mendekatkan diri pada-Nya.
Dalam ayat yang lain disebutkan: “dan milik Allah-lah Timur dan Barat, maka kemanapun kamu menghadap, disitulah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui (Q.S. al-Baqarah, 2 : 115). Ayat ini menjelaskan bahwa kemana saja manusia menghadapkan wajahnya, ia akan menjumpai tanda-tanda kekuasaan Allah SWT. Dalam ayat berikut ini ditegaskan bahwa Allah SWT amat dekat terhadap manusia, lebih dekat dari urat lehernya sendiri: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat padanya daripada urat lehernya”. (Q.S. Qaaf, 50 : 16). Itulah sebagaian ayat-ayat al-Qur’an yang menjadi rujukan dari pengembangan ilmu Tasawwuf.
Sumber dari al-Sunnah antara lain disebutkan : Bersabda Nabi SAW, “Allah SWT berfirman: “Barang siapa yang memusuhi kekasih-Ku, maka Aku akan menyatakan perang dengannya. Sesuatu yang paling Aku sukai dari apa yang dikerjakan hamba-Ku untuk mendekatkan diri pada-Ku, yaitu bila ia mengerjakan apa yang telah Ku wajibkan padanya. Ia akan selalu mendekatkan diri pada-Ku dengan mengerjakan hal-hal yang disunahkan, sehingga Aku mencintainya. Apabila Aku telah mencintainya, maka aku menjadi pendengaran yang ia mendengar dengannya. Aku menjadi penglihatan yang ia melihat dengannya. Aku merupakan tangan yang ia menggunakannya. Aku merupakan kaki yang ia berjalan dengannya. Sekiranya ia bermohon kepada-Ku, pasti Aku akan mengabulkannya, dan sekiranya ia memohon perlindungan pada-Ku, pasti Aku akan melindunginya.” (H.R. Muslim, dari Abi Hurairah).

0 komentar:

Posting Komentar

Photobucket