Photobucket

Jumat, 09 Mei 2008

MANAJEMEN DA’WAH ISLAMIYAH

I. Mukaddimah
Meskipun manajemen pada awalnya tumbuh dan berkembang dikalangan dunia industri dan bisnis, tetapi dalam perkembangan selanjutnya ternyata sangat bermanfaat dan dibutuhkan dalam berbagai usaha dan kegiatan, termasuk di dalamnya da’wah Islamiyah. Dalam dunia modern, dimana perkembangan berbagai disiplin ilmu dan teknologi sangat pesat, tidak ada satu organisasipun yang tidak menggunakan manajemen. Da’wah masa kini yang ditandai dengan era globalisasi, menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan yang sangat kompleks, kerasnya gelombang budaya asing yang bersifat merusak, mendorong para pelaku da’wah untuk mempersiapkan manajemen yang baik dan berkualitas.
Manajemen da’wah yang kita siapkan, tidak lepas dari tuntunan al-Qur’an dan al-Sunnah, dari kedua sumber itulah kita mengembangkan suatu manajemen da’wah yang Islami. Sebagai suatu aktivitas yang sangat terpuji, da’wah harus dilaksanakan dengan teori yang berkualitas dan praktek-praktek nyata dalam kehidupan sehari-hari. Mempelajari ajaran agama, seperti orang belajar berenang, tidak bisa dilakukan hanya dengan teori belaka, tetapi harus dipraktekkan secara maksimal. Betapa hebatnya teori berenang yang kita pejalari secara sungguh-sungguh tidak mungkin dapat dilakukan apabila kita tidak mempraktekkannya di dalam air.
Manajemen da’wah yang diterapkan, tidaklah semata-mata mengarah pada da’wah melalui mimbar-mimbar, da’wah bil lisan tetapi juga harus mengacu pada da’wah bil hal atau da’wah dalam praktek keseharian. Karena sesungguhnya Lisan al hal afshah min lisan al-maqal.
II. Pengertian Da’wah Islamiyah
Pengertian da’wah secara etimologis, berasal dari kata da’a – Yad’u yang artinya ajakan, seruan, himbauan, panggilan dan undangan. Pengertian seperti ini misalnya disebutkan dalam al-Qur’an surat Yunus ayat 15, surat Yusuf ayat 33 dan sebagainya. Pengertiannya secara terminologis banyak diungkapkan para ahli sesuai dengan bidang ilmunya masing-masing, secara ringkas dapat didefiniskan sebagai berikut : “Da’wah adalah suatu aktivitas yang mengajak dan mengarahkan umat manusia untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya, mencegah mereka dari perbuatan yang tercela agar memperoleh kebahagiaan lahir bathin, di dunia dan akhirat”.
III. Manajemen Da’wah
Manajemen da’wah secara prinsip manajemen pada umumnya, terdiri dari (1) Perencanaan, (2) Pengorganisasian, (3) Penggerakan dan (4) Pengendalian atau kontrol. Biasanya terdiri dari proses merencanakan tugas, mengelompokkan tugas, menghimpun dan menempatkan tenaga-tenaga pelaksana, menetapkan skala prioritas, pelaksanaan ke arah pencapaian tujuan, evaluasi hal-hal yang penting yang dianggap perlu. Perencanaan tugas-tugas dipersiapkan sebelum da’wah dilakukan agar tugas dan kegiatan da’wah menjadi jelas, demikian juga pembagian kegiatan dan wewenangnya, pengelompokan tugas da’wah, dilakukan dengan mengidentifikasi permasalahan-permasalahan da’wah, lalu mengelompokkan bagian-bagiannya dalam aktivitas itu. Menghimpun dan menetapkan tenaga ahli, maksudnya merekrut para ahli di bidang da’wah dalam keahlian-keahlian yang sesuai, kemudian digerakkan untuk melaksanakan da’wah ke tengah-tengah umat.
Skala pioritas dalam da’wah merupakan hal yang harus diperhatikan agar da’wah dapat berhasil secara tepat guna. Kegiatan seperti ini misalnya dilakukan Nabi Muhammad SAW, ketika beliau mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman. Nabi memesankan, bahwa Mua’adz akan menghadapi kaum Ahli Kitab, maka ajaklah mereka yang pertama kali untuk mengucapkan dua kalimat syahadat dan penekanan iman kepada Allah. Baru kemudian diperintahkan kepada mereka untuk melaksanakan shalat lima waktu dan seterusnya. Pelaksanaan da’wah dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan metode ceramah, diskusi, drama, kesenian, audio visual, da’wah face to face, dengan tulisan dan berbagai cara lain yang memungkinkan. Evaluasi da’wah diadakan dalam rangka untuk mengukur berhasil atau tidaknya da’wah yang dilakukan dan berbagai bahan pelajaran pada da’wah berikutnya.
Secara lebih rinci, manajemen da’wah dilakukan dengan (1) Perencanaan da’wah. Setiap usaha yang dilakukan oleh perseorangan atau kelompok, apapun tujuan yang ingin dicapai, tidak mungkin berhasil dengan baik bila tidak ada perencanaan yang matang dan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Da’wah Islamiyah memerlukan perencanaan yang lengkap dan detail, serta mengacu pada tujuan yang dapat diwujudkan. Dalam berbagai organisasi da’wah, sering dijumpai penetapan target dan tujuan yang muluk-muluk yang tidak mungkin dapat dijangkau. Karena itu, perencanaan da’wah harus real dan tidak berlebihan, dan hendaknya diukur dengan kemampuan yang dimiliki.
Proses perencanaan da’wah meliputi aktivitas (a) perkiraan dan perhitungan masa depan, (b) penentuan dan perumusan sasaran dalam rangka penyajian da’wah, (c) penetapan aktivitas da’wah dan skala prioritas pelaksanaannya, (d) menetapkan metode yang tepat, (e) penjadwalan waktu, (f) penetapan tempat, serta (g) penetapan anggaran biaya, fasilitas dan faktor-faktor lain yang diperlukan.
Proses selanjutnya (2) Penentuan dan perumusan sasaran dalam rangka penyajian da’wah. Untuk melaksanakan proses ini, perlu diperhatikan beberapa faktor yang terdiri dari : (a) Tujuan da’wah, (b) masalah yang dihadapi masyarakat, (c) hasil pelaksanaan da’wah masa lalu, dan (d) prediksi serta perhitungan masa depan. Langkah selanjutnya (3) Menetapkan aktivitas da’wah dalam skala prioritas pelaksanaannya. Pada proses ini perlu dilakukan tindakan : (a) Meninjau sasaran da’wah, menentukan luas skope dari aktivitas da’wah, (b) menetapkan tindakan-tindakan penting, (c) menentukan urutan pelaksanaannya, dan (d) menetapkan kegiatan-kegiatan yang lebih terperinci.
Kegiatan da’wah dilakukan dengan (4) Penetapan metode dan kaifiyah da’wah, biasanya dilakukan dengan cara : (a) Hikmah atau penjelasan-penjelasan secara filosofis, (b) Mauidzah hasanah atau nasihat dan pengarahan-pengarahan yang baik dan terpuji, dan (c) Mujadalah bi allati hiya ahsan, seperti berdiskusi dengan cara yang terbaik, atau menggunakan argumen-argumen yang lebih unggul. Langkah berikutnya (5) penentuan dan penjadwalan waktu, penentuan menyangkut urutan pelaksanaan dari masing-masing kegiatan da’wah yang telah ditetapkan. Penentuan waktu sangat penting untuk melaksanakan kegiatan dan aktivitas yang dilakukan. Langkah selanjutnya (6) penentuan lokasi atau tempat da’wah, dan (7) penetapan biaya, fasilitas dan aspek-aspek lain yang diperlukan.
IV. Obyek dan Sasaran Da’wah
Obyek da’wah atau mad’u dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu : (1) Masyarakan Non Muslim yang belum memahami ajaran Islam, (2) Masyarakat Non Muslim yang telah memahami ajaran Islam tetapi menolaknya, dan (3) Masyarakat Muslim. Da’wah yang disampaikan terhadap kelompok pertama harus dilakukan secara bersungguh-sungguh dengan metode yang baik sehingga mereka dapat memahami. Kelompok ini bila telah memahami akan memeluk agama Islam dengan keinsyafan.
Dalam menghadapi kelompok yang kedua, tidak perlu dilakukan secara besar-besaran sehingga menghabiskan tenaga dan biaya, da’wah untuk kelompok ini cukup hanya sekedar menyampaikan kebenaran ajaran Islam (Tabligh ar-risalah). Karena mereka sulit diharapkan untuk memeluk agama Islam, penolakannya terhadap Islam tidak disebabkan oleh ketidakfahaman, tetapi disebabkan oleh sesuatu dan sebab lain, seperti masalah gengsi, kedudukan, ekonomi, dan sebab-sebab lainnya. Contoh yang termasuk dalam kelompok ini adalah Abu Lahab, Abu Jahal, Al-Akhlas bin Syarik, dan teman-temannya. (perhatikan Q.S. al-Baqarah : 6 – 7).
Kelompok ketiga atau masyarakat muslim, da’wah dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan kualitas aqidah, syariah dan akhlak mereka. Kita telah mengetahui betapa banyaknya penganut agama Islam yang belum memahami ajaran agamanya dengan baik dan belum mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Da’wah terhadap kelompok masyarakat ini tidak kalah penting dengan da’wah terhadap kalangan masyarakat lain.
V. Berda’wah Dengan Keluhuran Akhlak
Strategi da’wah yang paling baik adalah da’wah yang dilakukan oleh setiap diri manusia muslim dengan jalan mempraktekkan agamanya dalam kehidupan sehari-hari. Mempraktekkan ajaran Islam, berarti bergaul dengan sesama umat manusia dengan akhlak yang luhur. Kita tidak bisa lagi menggembor-gemborkan ketinggian dan keluhuran ajaran Islam tanpa bisa memberikan contoh dalam kenyataan dan kehidupan sehari-hari. Pada dasarnya orang-orang non muslim akan melihat Islam dengan melihat manusia muslimnya. Karena itu berda’wah dalam kehidupan modern sekarang ini tidak mungkin hanya mengandalkan para da’i profesional saja, tetapi harus dilakukan oleh semua umat Islam. Berhasil atau gagalnya da’wah tergantung pada bagaimana umat Islam mampu menterjemahkan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari. Bila kita mampu mempraktekkan ajaran Islam, maka da’wah akan berhasil dengan baik. Sebaliknya bila tidak mampu mempraktekkannya, maka da’wah Islamiyah akan mengalami kemunduran yang sangat fatal.
VI. Penutup
Da’wah Islamiyah dalam kehidupan modern, harus ditunjang dengan manajemen yang berkualitas, keikhlasan yang maksimal dan dilakukan oleh setiap diri manusia muslim dengan mempraktekkan ajaran agamanya, berakhlak yang luhur dan mulia sesuai dengan ajaran Islam. “Sesungguhnya aku dibangkitkan untuk melengkapi kesempurnaan akhlak”.
Makalah yang amat sederhana ini disajikan dalam suasana waktu yang sangat singkat, karena itu kemungkinan dijumpai banyak kekurangan, kekhilafan dan kesalahan. Pada para pembaca, penulis mohon saran dan perbaikan seperlunya. Akhirnya kami sampaikan maaf yang sebesar-besarnya.
Wabillahir ridha wal’innayah.

0 komentar:

Posting Komentar

Photobucket