Photobucket

Minggu, 31 Januari 2016

AL-QUR’AN SEBAGAI PUSAT INFORMASI

Bila kita rajin mengkaji al-Qur’an, maka akan dijumpai di dalamnya berbagai macam informasi, baik informasi masa lalu, peristiwa-peristiwa yang terjadi sekarang dan gambaran-gambaran masa depan. Dalam kitab suci akhir zaman itu dijumpai juga berbagai macam perumpamaan, nasehat-nasehat, pelajaran yang amat berharga, rekaman peristiwa masa lalu dan sejarah kehidupan umat manusia dari masa ke masa. Segala peristiwa yang kita jumpai sekarang ini dan gambaran peristiwa yang akan datang, segera diketahui oleh mereka yang rajin mengkaji al-Qur’an. Berbagai peristiwa dan aktivitas yang telah terjadi, sedang dan akan terjadi pola-polanya telah dijelaskan dalam al-Qur’an, demikian juga gambaran dari keadaan umat manusia selalu diinformasikan olehnya.

Profil Keluarga
Sebagai contoh, dapat dikemukakan apa yang terjadi di tengah kehidupan masyarakat. Dalam masyarakat ternyata dijumpai berbagai macam bentuk keluarga. Ada keluarga yang begitu baik, orang tuanya baik, anak-anaknya baik dan sukses serta selalu beriman dan bertaqwa. Profil keluarga seperti ini digambarkan oleh al-Qur’an seperti keluarga Imran, Nabi Ya’kub dan sebagainya. Dalam masyarakat dijumpai ada keluarga yang orang tuanya begitu baik, ia tergolong orang-orang yang sabar, beriman dan bertaqwa tetapi anaknya sangat buruk, tidak tergolong orang-orang yang baik malah melakukan perbuatan yang keji. Gambaran keluarga ini disebutkan al-Qur’an, misalnya keluarga Nabi Nuh, puteranya termasuk orang yang menentang kebenaran yang dibawa oleh ayahnya sendiri. Allah SWT berfirman:

“Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: "Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir." Anaknya menjawab: "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!" Nuh berkata: "Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang". Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (Q.S. Hud, 11: 42 – 43).

Kalau tadi digambarkan ada keluarga yang orang tuanya baik sedangkan anaknya tidak baik, maka dalam masyarakat kita jumpai juga keluarga yang anak-anaknya begitu baik, taat, rajin beribadah dan bertaqwa, tetapi orang tuanya tidak baik, bahkan melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak layak. Contoh keluarga seperti ini digambarkan al-Qur’an dalam keluarga Nabi Ibrahim dan ayahnya Azar yang selalu menyembah berhala.

"Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al Kitab (Al Qur'an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi. Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya: "Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun? Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi syaitan".Berkata bapaknya: "Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama." (QS. Maryam 19: 41 – 46). Perhatikan juga Q.S. al-An’am, 6 : 74 – 75.
“Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Aazar: "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata". Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi, dan (Kami memperlihatkannya) agar Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin.” (Q.S. al-An’am, 6 : 74 – 75).

Dalam masyarakat dijumpai juga suami-suami yang begitu baik, ia bekerja dengan sungguh-sungguh dan terus prihatin untuk berusaha membahagiakan keluarga. Ia rajin beribadah dan meningkatkan iman dalam kehidupan sehari-hari, tetapi istrinya curang, tidak sabar, melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela bahkan mungkin menyeleweng. Gamabaran seperti ini dilukiskan al-Qur’an dalam keluarga Nabi Luth as, istri beliau adalah seorang wanita pembangkang terhadap ajaran kebenaran yang dibawa suaminya. Sehingga ia termasuk orang yang dibinasakan Allah bersama para pembangkang lainnya.

Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?" Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: "Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri." Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali isterinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu.” (Q.S. al-A’raf, 7 : 80 – 84).

Kalau tadi digambarkan seorang suami begitu baik sedangkan istrinya tergolong wanita terlaknat, maka dalam masyarakat dijumpai keluarga yang berlawanan dengan keluarga tersebut di atas. Ada istri yang begitu baik, amat tabah, rajin beribadah dan berakhlak mulia, tetapi suaminya laki-laki yang jahat, pemabuk, sering menyakiti istri dan mengerjakan perbuatan yang tidak terpuji. Gambaran seperti ini diisyaratkan al-Qur’an dalam keluarga Fir’aun dan istrinya Asiyah. Betapa jahatnya Fir’aun berbuat dzalim bahkan mengaku sebagai Tuhan.

"Pergilah kamu kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas, dan katakanlah (kepada Fir'aun): "Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan)" Dan kamu akan kupimpin ke jalan Tuhanmu agar supaya kamu takut kepada-Nya?" Lalu Musa memperlihatkan kepadanya mu'jizat yang besar. Tetapi Fir'aun mendustakan dan mendurhakai. Kemudian dia berpaling seraya berusaha menantang (Musa). Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya. (Seraya) berkata: "Akulah tuhanmu yang paling tinggi." (Q.S. al-Nazi’at, 79 : 17 – 24).

Akan tetapi istrinya adalah seorang wanita yang shalihah yang senantiasa bermunajat dengan Allah, beribadah dan selalu bertaqwa kepada-Nya. Beliau pernah berdoa dan doa itu diabadikan dalam al-Qur’an:

"Tuhanku, dirikanlah untukku, istana di sisi-Mu (dalam surga), dan selamatkanlah aku dari diri Fir’aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang dzalim.” (Q.S. al-Tahrim, 66 : 11).

Banyak lagi contoh-contoh yang lain mengenai kehidupan keluarga dalam masyarakat yang menggambarkan keadaan mereka dari masa ke masa.

Profil Orang Kafir dan Musyrik


Contoh berikut ini adalah gambaran mengenai sikap hidup, prilaku dan keadaan orang-orang kafir dan munafiq. Digambarkan al-Qur’an bahwa keadaan mereka dari masa ke masa itu sama saja, pola-polanya jelas betul, hanya variasinya saja yang sedikit berbeda. Pada kehidupan modern yang kita alami sekarang ini sering dijumpai lontaran pernyataan atau pendapat yang menyatakan bahwa orang-orang yang mau mempelajari agama, belajar ke masjid, menghadiri majlis ta’lim dan percaya tanpa reserve pada kitab suci al-Qur’an atau al-Sunnah dikatakan sebagai orang-orang awam, orang bodoh, bukan kalangan intelektual. Penyataan seperti itu diinformasikan al-Qur’an telah diucapkan orang-orang kafir dan munafiq sejak masa lalu, sejak zaman Nabi Nuh as.

"Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: "Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta." (Q.S. Hud, 11 : 27).

Diulang oleh orang-orang kafir dan munafiq di masa Nabi Musa as dan diulang kembali oleh orang-orang kafir dan munafiq di masa hayat Rasulullah SAW.

"Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman", mereka menjawab: "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu.” (Q.S. al-Baqarah 2 : 13).

Dalam kehidupan modern terkadang kita jumpai sekelompok orang yang meminta bukti-bukti adanya Tuhan secara ilmiah, baru mereka akan beriman. Bukti-bukti seperti ini tentunya tidak akan mungkin dapat diberikan, karena esensi Tuhan yang berada di luar jangkauan ilmu pengetahuan yang amat lemah, terbatas, dan sempit. Dengan demikian ilmu tidak mungkin dapat menginformasikan tentang esensi Tuhan yang Maha Ghaib. Mempercayai adanya Tuhan adalah soal keyakinan, bukan soal ilmiah. Permintaan seperti itu, pernah juga dituntut oleh orang kafir dan umat Nabi Musa as kira-kira 6000 tahun yang lalu, dijelaskan dalam al-Qur’an:
"Dan (ingatlah) ketika kamu mengatakan: “Hai Musa kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan mata kepala”. (Q.S. al-Baqarah, 2 : 55).
Contoh-contoh yang diisyaratkan al-Qur’an, tentang kehidupan umat manusia pada masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang, dalam uraian di atas hanya merupakan sebagian kecil dari contoh-contoh yang disebutkan al-Qur’an. Apabila kita rajin mengkaji ayat demi ayat dari al-Qur’an, kita akan memperoleh informasi yang sangat luas dan mendalam tentang hidup dan kehidupan umat manusia. Semoga bermanfaat.

0 komentar:

Posting Komentar

Photobucket